Para arsitek ini mengambil tema tropikalitas (tropicality: revisited) karena relevan dengan kondisi dunia saat ini yang menghadapi krisis energi dan pemanasan global.
Bersama Direktur Museum Arsitektur Jerman, Peter Cachola Schmal, Avianti Armand menjelaskan bahwa ke-12 arsitek asal Indonesia itu merupakan hasil seleksi dari 86 karya arsitektur Indonesia.
Pendekatan kreatif terhadap iklim tropis, seperti bagaimana mendesain rumah dengan memanfaatkan lahan sempit, serta mengatasi udara panas, dengan tetap memperhatikan unsur hemat energi dan ramah lingkungan."Para arsitek ini dituntut untuk kreatif dalam mendesain rumah yang ramah lingkungan di tengah krisis energi saat ini. Buat kita, tema tropikalitas ini biasa saja, tetapin di sini (Jerman) tema ini menjadi sesuatu yang perlu dipelajari dan bisa memunculkan inspirasi," katanya. Ke-12 arsitek asal Indonesia yang menggelar pameran itu adalaah Achmad Tardiyana (dengan karya rumah baca, Bandung), Adi Purnomo (studi-O Cahaya, Jakarta), Ahmad Djuhara (Wisnu Steel House, Bekasi), Andra Matin (Andra Matin House, Jakarta), Csutoras dan Liando (Kineforum Misbar, Jakarta), Gregorius Supie Yolodi dan Maria Rosantina (Tamarind House, Jakarta). Selanjutnya, Effan Adhiwara (Almarik Restaurant, Lombok), Eko Agus Prawoto (Eko Prawoto, Yogyakarta), Yu Sing (Ciledug Timber House, Tangerang), Deddy Wahjudi (House of Labo, Bandung), Antony Liu (Ize Hotel, Bali), dan Urbane Indonesia (Masjid Baiturrahman, Yogyakarta).
Pameran ini mendapat respon yang positif dari warga Frankfurt. Bagi kita mahasiswa arsitektur kita dapat belajar dari para arsitek-arsitek indonesia ini.
Demikian cuplikan video mengenai pameran tersebut