SKETSA
  • Shop
    • How to
    • Products >
      • 1st - 10th Edition
      • 11th - 20th Edition
      • 21st - 30th Edition
      • 31st - 34th Edition
      • Sustainable A Way Of Living
      • Special Edition
    • Buy
  • Digital SKETSA
    • SKETSA's Perspective
    • SKETSA's News
    • SKETSA's Picks
  • Featured Events
    • ADW
    • HUT SKETSA
    • Others
  • 101 FACADE IDEAS
  • Contact
  • NEW
  • About
    • Behind the Desk
    • History
    • Vision & Mission
    • Philosophy

SKETSA'S PERSPECTIVE

WARISAN PENJAJAH YANG TERTINGGAL

20/8/2015

Comments

 
“Untung saja aku tinggal di Indonesia.” Pernah kita berucap demikian? Selama ini kita pijaki tanahnya, kita tinggal di atas tanah Indonesia dan hidup bersamanya. Selama itu pula kita kerap menggerutu, mengkritik dan mengadah tanpa malu. Pernahkah kita bersyukur?

Genap sudah tujuh dasawarsa pengorbanan orang-orang yang lebih dulu mensyukuri  tanah Indonesia ini kembali diingat. Usaha, kerja sama dan kegigihan mereka yang beriringan dengan keringat dan darah yang bersatu berhasil mengangkat kembali derajat Indonesia kembali ke titik mula. Mengejar ketertinggalan serta mencoba maju ke titik yang telah ditargetkan. 

Angka “17” yang bertengger pada tanggalan kalender bulan Agustus memang jadi hari yang diperingati oleh semua khalayak. Bukan hanya untuk mengenang perjuangan mereka, tapi juga untuk memperlambat kecepatan sejenak. Terkadang perlu kita melihat sejenak masa lalu, bukan untuk diratapi tapi untuk diresapi.  

Meresapi masa lalu memang tak mudah, butuh lebih dari sekedar memori akan luka karena penjajahan. Tapi terkadang kita butuh pihak yang bisa bercerita kembali dan tetap diam membisu untuk menjaga ceritanya tetap lugas, jelas dan mantap.  Tanpa perlu bersusah payah mencari, “ruang” dihadapan kita sudah bisa mantap bercerita.

Sering disebut miniatur Indonesia, relung-relung di kota Jakarta kali ini siap bercerita. Tanpa segan dan malu mereka berdialog bebas dengan kita di tengah-tengah semarak akan peringatan 17 Agustus.  Salah satunya tentang  arsitektur, warisan dari penjajah, yang tertinggal. 

Picture
(Sumber: www.google.com)
​

Sebagai  “mantan” penjajah, arsitektur masih bisa menumpang di tanah Indonesia, salah satunya di daerah yang sekarang sering disebut sebagai Kota Tua. Kota yang telah mengalami akulturasi budaya “luar” yang paling signifikan dan terlihat ini  masih bisa jelas terlihat struktur dan polanya. Perpaduan dari berbagai bentuk arsitektur yang dianggap tepat untuk berkembang di Indonesia yang sudah di uji coba secara terus menerus sejak era kolonial pada awal abad 18. Selebihnya tidak semua daerah semujur dan seberuntung Kota Tua. Baik fasad bangunan yang datar tanpa beranda, jendela besar, serta atap yang memiliki ventilasi kecil yang biasa terlihat di Kota Tua juga terlihat di bagian tertua kota bertembok kolonial.

Sebelumnya bangunan yang ada karena hasil perpaduan berbagai desain budaya, sejak adanya pembentukan profesi Arsitek pertama di bawah Dinas Pekerjaan Umum (BOW) pada tahun 1814 – 1930, penentuan desain arsitektur menjadi lebih formal.

Untuk peningkatan desain di Indonesia banyak perdebatan pada sekitar tahun 1920 – 1930-an mengenai masalah identitas Indonesia dan karakter tropis. Berberapa arsitek Belanda seperti Thomas Karsten, Maclaine Pont, Thomas Nix, CP Wolf Schoemaker, serta masih banyak lagi yang terlibat dalam wacana yang sangat produktif baik secara akademis maupun praktek. Salah satunya adalah wacana yang dikenal dengan sebutan “Indisch-Tropisch” yang berkembang sekitar tahun 1930-an. Indisch-Tropisch adalah gaya arsitektur dan urbanisme di Indonesia yang dipengaruhi oleh Belanda.

Picture
(Sumber : www.google.com)
​

Melihat dari perkembangannya, wujud arsitektur kala dulu bisa menjadi salah satu tolak ukur perkembangan Indonesia. Namun sayangnya tidak semua bangunan yang serupa juga bernasib baik. Hampir mayoritas bangunan yang ditinggalkan pemiliknya kala itu hancur tak bersisa karena menjadi obyek pelampiasan emosi. Kini bangunan dengan wujud aslinya yang tersisa hanya sedikit , selain karena dihancurkan tapi juga karena tidak terawat dan menalami permak di sana-sini tanpa adanya pertimbangan lebih lanjut mengenai wujud asli dari bangunan.

Picture
London Sumatra Indonesia (Sumber : www.google.com)
​

Kita haruslah mulai sadar untuk menyisihkan apa yang tersisa dari masa lalu untuk generasi mendatang. Agar di masa mendatang nanti mereka bisa juga berdialog langsung dengan masa lalu untuk membantu memberikan “wejangan” sebagai persiapan di masa mendatang. Walaupun bangunan lama ini bisa dikatakan “sisa” dari masa-masa kelam Indonesia dulu bukan berarti selamanya hanya sebatas itu maknanya.  (NIW)

Comments

ARSITEKTUR MASJID DARI ZAMAN KE ZAMAN

15/8/2015

Comments

 
Ketupat selalu tertata dengan bentuknya yang khas. Tokoh ini memang selalu hadir di tengah umat Muslim yang sedang merayakan “kemenangan”. Tak hanya itu, beragam “wujud” arsitektur dengan nuansa Islami juga turut hadir menyemarakkan hari kemenangan. Arsitektur bernuansa Islami  yang merupakan tokoh utama dalam perayaan ini bisa dikatakan adalah  bangunan masjid

Bangunan masjid sendiri sebenarnya sudah mengalami begitu banyak transformasi dan mendapatkan pengaruh dari berbagai macam budaya. Pada awal perkembangannya, bangunan masjid pertama kali dibangun pada zaman nabi Muhammad SAW. Kemudian, seiring berjalannya waktu, agama Islam sendiri pun semakin mengalami perkembangan. Agama Islam semakin banyak bersentuhan dengan budaya-budaya lain. Kontak dengan budaya lain ini pun tidak hanya mempengaruhi agama Islam dalam nilai-nilai ajaran agama nya, namun juga mempengaruhi arsitektur dalam agama Islam itu sendiri.

Pembangunan sebuah Masjid  tidak terlepas dari kaidah-kaidah yang dipegang dan harus diperhatikan sesuai dengan ajaran dalam agama Islam. Pada sebuah masjid, di dalam dan luar bangunan nya tidak boleh terdapat gambar/ornamen berupa makhluk hidup yang utuh. Sebaliknya ornament yang berada pada masjid sebaiknya merupakan ornament yang mengingatkan kepada Allah SWT.  Seperti tulisan kaligrafi yang melambangkan Allah SWT, dsb. Ruang-ruang diatur untuk menjaga akhlak dan perilaku serta tidak boleh ditujukan sebagai ajang untuk pamer dan menyombongkan diri .Selain itu, pembangunan masjid harus juga meminimalisir kerusakan alam. Sertapenggunaan warna masjid seharusnya menggunakan warna yang mendekatkan kepada Allah, seperti warna cokelat atau hijau yang mewakili warna alam.

Masjid yang pertama kali dibangun pada masa Nabi Muhammad SAW adalah Masjid Quba. Masjid Quba yang dapat dilihat pada saat ini tentu saja sudah tidak menggambarkan keadaan masjid ini ketika baru dibangun dulu. Ketika pertama kali menyebarkan agama Islam, Nabi Muhammad mengalami penolakan luar biasa dari suku Quraisy yang merupakan suku nya sendiriMaka dari itu, Nabi Muhammad bersama pengikutnya pindah ke Medinna Di sanalah Masjid Quba, masjid yang pertama, didirikan. Masjid ini awalnya hanya berbentuk segiempat dengan atap dan berada di lapangan terbuka. Dinding-terbuat dari batang pohon kurma dan atap nya dari daun pohon kurma.

Picture
Masjid Quba (Sumber : www.google.com)

Arsitektur Islam pada bangunan masjid kemudian semakin berkembang. Mulailah pengaruh-pengaruh budaya lain mempengaruhi arsitektur pada bangunan masjid. Bangunan masjid mulai dipengaruhi oleh gaya arsitektur Byzantium dan gaya arsitektur Sasanid. Pengaruh gaya arsitektur Byzantium mulai terlihat dari penggunaan batu-batu pada dinding, karya seni mosaic, cat, dan ukiran relief. Sedangkan, arsitektur Sasanid mulai terlihat ketika masjid-masjid banyak yang memiliki courtyard . Arsitektur Islam kemudian juga mengadopsi arsitektur Moor dan arsitektur Persia. Percampuran budaya yang paling terlihat pada arsitektur masjid adalah penggunaan kubah pada bagian atapnya. Dimana yang pada awal nya menggunakan atap datar, kemudian menggunakan kubah. Penggunaan kubah ini pertama kali digunakan pada bangunan Dome of The Rock.
Picture
Dome of The Rock (Sumber :http://www.biblewalks.com/)
Bangunan ini selesai dibangun pada tahun 691 SM   . Namun pada saat itu penggunaan kubah belum populer. Bentuk kubah mulai banyak digunakan setelah Konstantinopel (kalah oleh Kerajaan Ottoman. Barulah setelah itu bentuk kubah barulah banyak digunakan.

Semakin meluasnya penyebaran agama Islam, arsitektur pada masjid kemudian berkembang menjadi beragam. Arsitektur pada masjid tidak lagi memiliki bentuk-bentuk yang sama.  Bentuk-bentuk masjid yang ada di bangunan seringkali menyesuaikan dengan gaya arsitektur lokal yang sudah ada. Salah satu contohnya adalah Masjid Agung Kudus. Masjid yang terletak di Kudus ini adalah masjid yang unik, karena terdapat menara yang berbentuk seperti candi yang bercorak agama Hindu-Buddha. Masjid yang dibangun oleh Sunan Kudus ini memiliki kubah seperti bangunan masjid yang sudah berkembang sebelum nya. 

Contoh lainnya adalah Masjid Ceng Ho yang berada di Surabaya. Masjid ini menjadi unik karena bentuk nya yang tidak biasa. Sekilas dari luar masjid ini nampak seperti klenteng. Masjid ini didirikan oleh umat Islam keturunan TiongHoa untuk mengingat jasa-jasa Ceng Ho ketika menyebarkan agama Islam. Perpaduan yang unik dan jarang terlihat, namun tentunya dengan tetap memperhatikan kaidah dalam pembangunan masjid. Karena bentuknya yang unik, selain menjadi tempat ibadah masjid ini juga menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai daerah.    
Picture
Mesjid Cheng Ho (Sumber :http://icsforheritages.igoid.com/)
Seiring berjalannya  waktu, wujud dari sebuah masjid mulai kembali lagi ke wujud awalnya, yaitu berbentuk kotak tanpa kubah ataupun menara. Seperti bangunan Masjid Al Irsyad yang didesain oleh arsitek kenamaan Indonesia, Ridwan Kamil. Walaupuntidak berkubah namun identitas bangunan sebagai sebuah masjid amat sangat kental terasa. Dari kejauhan susunan tulisan kaligrafi Arab berjenis  Khat Kufi ( merupakan kaligrafi Arab tertua dan sumber seluruh kaligrafi Arab ) yang melekat pada tiga sisi bangunan akan menghadirkan lafaz Arab. Lafaz ini merupakan dua kalimat tahuid, Laailaha Ilallah Muhammad Rasulullah, yang artinya Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Picture
Bangunan Masjid Al Irsyad (Sumber : www.lipsus.kompas.com)
Arsitektur pada bangunan masjid kini semakin beragam dan modern. Di era yang semakin modern ini, tidak ada lagi patokan seperti apa bentuk khas sebuah masjid. Beragam bentuk masjid semakin berkembang dan dibumbui pula dengan beragam pemikiran kreatif yang tidak pernah lelah untuk mencoba berbagai kemungkinan yang dapat dimunculkan.  (DW)

Comments
<<Previous
    Picture

    SKETSA'S
    ​PERSPECTIVE

    Melihat dengan Arsitektur


    Wadah yang menampung tulisan-tulisan dari segi arsitektural: arsitek, karya arsitektural, perkotaan, seni, proposal karya dan desain, kompetisi, kajian dan konsep, dll.

    Archives

    October 2020
    September 2020
    June 2020
    February 2020
    January 2020
    October 2019
    December 2018
    September 2018
    August 2018
    April 2018
    February 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    March 2015
    February 2015
    December 2014
    November 2014

    RSS Feed

Powered by Create your own unique website with customizable templates.
  • Shop
    • How to
    • Products >
      • 1st - 10th Edition
      • 11th - 20th Edition
      • 21st - 30th Edition
      • 31st - 34th Edition
      • Sustainable A Way Of Living
      • Special Edition
    • Buy
  • Digital SKETSA
    • SKETSA's Perspective
    • SKETSA's News
    • SKETSA's Picks
  • Featured Events
    • ADW
    • HUT SKETSA
    • Others
  • 101 FACADE IDEAS
  • Contact
  • NEW
  • About
    • Behind the Desk
    • History
    • Vision & Mission
    • Philosophy